Translate

22 Agu 2020

Membedah Syubhat-Syubhat “Buku Pintar Berdebat Dengan Wahabi”

Membedah syubhat buku pintar berdebat dengan wahabi karya Muhammad ...

Ringkasan Pembahasan Membedah Syubhat-Syubhat “Buku Pintar Berdebat Dengan Wahabi”

Al-Imam Abu Utsman ash-Shabuni Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Tanda yang paling jelas dari ahli bid’ah adalah kerasnya permusuhan mereka kepada pembawa Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka melecehkan dan menghina Ahli Sunnah dan menamakan Ahli Sunnah dengan Hasyawiyyah, Jahalah, Dhahiriyyah, dan Musyabbihah.” (Aqidah Salaf Ashabul Hadits hlm. 116)

Buku ini ditulis oleh Muhammad Idrus Ramli dan diterbitkan oleh Bina Aswaja, Surabaya, cetakan ketujuh, Rajab 1433 H/Juni 2012 M.

Penulis Mengingkari “Allah di Langit”

Penulis berkata di dalam hlm. 16:

"Allah juga Maha Suci dari tempat dan arah. Allah ada tanpa tempat."

Dia juga berkata di dalam hlm. 18:

"Tidak jarang, kaum Wahabi menggunakan ayat-ayat Al-Qur‘an untuk membenarkan keyakinan mereka, bahwa Allah bertempat di langit. Akan tetapi dalil-dalil mereka dapat dengan mudah dipatahkan dengan ayat-ayat Al-Qur‘an yang sama."

Kami katakan:

Tidak syak lagi bahwa bahwa penulis telah terpengaruh dengan pemikiran Mu’tazilah yang menolak sifat-sifat Allah seperti istiwa‘ dan yang lainnya. Ini menyelisihi manhaj Ahlis Sunnah wal Jama’ah yang menetapkan semua sifat yang tsabitah bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Yang shahih adalah bahwa “Allah bersemayam di atas ’Arsy di atas semua makhluk-Nya”. Al-Qur‘an, hadits shahih, dan fitrah yang bersih serta cara berpikir yang sehat adalah dalil-dalil yang qath’i yang mendukung kenyataan bahwa Allah berada di atas ’Arsy:

6 Agu 2020

Melafaskan Niat Bukanlah pendapat Imam Syafi'i maupun Mazhab Syafi'i

Polemik Melafazkan Niat Shalat

Pembuka:
Sebelumnya banyak tersebar tulisan yang disebar bahwa malafazkan Niat itu adalah sunnah mazhab Syafi'i dan pendapat imam ahmad.  So ane mencari dan menemukan beberapa tulisan yang baik. berikt salah satunya. 


Oleh: Syaikh Masyhur Hasan Salman hafizhahullah

Mengeraskan bacaan niat tidaklah wajib dan tidak pula sunnah dengan kesepakatan seluruh ulama. Bahkan hal tersebut adalah bid’ah yang bertentangan dengan syari’at. Jika seseorang berkeyakinan bahwa perbuatan ini adalah bagian dari ajaran syariat, maka ia orang yang jahil, menyimpang, dan berhak mendapatkan hukuman ta’zir jika ia tetap bersikeras dengan keyakinannya, dan tentu saja setelah diberikan pengertian dan penjelasan. Lebih parah lagi jika perbuatannya itu mengganggu orang yang ada di sebelahnya, atau ia mengulang-ulang bacaan niatnya. Hal ini difatwakan oleh lebih dari seorang ulama. Di antaranya Al Qodhi Abu Ar Rabi Sulaiman Ibnu As Syafi’i, ia berkata:

الجهر بالنّية وبالقراءة خلف الإمام ليس من السنّة، بل مكروه، فإن حصل به تشويش على المصلّين فحرام، ومن قال بإن الجهر بلفظ النيّة من السنّة فهو مخطئ، ولا يحلّ له ولا لغيره أن يقول في دين الله تعالى بغير علم

“Mengeraskan bacaan niat atau mengeraskan bacaan Qur’an di belakang imam, bukan termasuk sunnah. Bahkan makruh hukumnya. Jika membuat berisik jama’ah yang lain, maka haram. Yang berpendapat bahwa mengeraskan niat itu hukumnya sunnah, itu salah. Tidak halal baginya atau bagi yang lain berbicara tentang agama Allah Ta’ala tanpa ilmu (dalil)”

3 Okt 2018

Mengenang Tokoh Dunia

Tokoh dunia

Mengenang Tokoh Dunia

Kita mengenal tokoh2 dunia termasuk indonesia, ada yang karena kebaikannya namun ada juga karena keburukannya. Berikut beberapa di antaranya:


  • Kita kenal Abu Bakar, Sahabat Rasulullah SAW paling utama. Khulafaur Rasyidin. Sosok yang ramah, lembut dan tegas.Dia lah yang pertama kali menjaga Risalah Rasulullah SAW tetap hidup. Menumpas nabi palsu dan menjadi pembuka kejayaan islam
  • Kita kenal Umar Bin Khatab. Sosok yg tegas. Di tangannyalah islam berjaya di seluruh wilayah arab hingga ke eropa. Pedang selalu di tangannya dalam memerangi kemaksiatan. Kita mengenalnya sebagai sosok yang menegakan syariat islam. Musuh2nya takut kepadanya. Bahkan mungkin bila  beliau hidup zaman sekarang, orang2 munafik yg mencintai maksiat akan menyebut beliau sebagai islam  anarkis dan extrim. Tapi sejarah telah mencatatnya sebagai tokoh dan pemimpin islam yg baik

3 Jul 2018

Wahabi, dan kebodohan kita

Fitnah kepada wahabi
Tulisan berikut ini sekedar telaah agar kita ummat islam bersatu dan tidak menjadi bodoh dengan mengikuti fitnah2 yang beredar.
Tulisan ini terkait masih adanya saudara kita seaqidah yang menganggap ulama2 lulusan Saudi maupun Kairo sebagai Wahabi dan sesat.
Hingga sekrang setiap ada orang yang menjust salafi sebagai wahabi dan menganggapnya sesat, ane minta apa indikator mereka mengatakan sesat dan apa dasarnya. Tidak satupun yg bisa mengajukannya. Bahkan yang berprofesi sebagai ustad sekalipun.
Misal kita menganggap sesat liberal karena memiliki pemahaman "semua agama sama", menghalalkan LGBT, menganggap Jilbab cuma budaya. Atau tentang syiah di anggap sesat karena mengkafirkan sahabat, mengatakan Al Qur'an tidak sempurna, menghalalkan nikah Mut'ah. Inilah yang disebut Indikator, atau alasan2 mengapa ulama memfatwakan sesat. Ada buktinya dari ceramah hingga kitab2 dan tulisan tokoh2 mereka.

Imam Shalat

Urutan Imam Shalat


Urutan yang di utamakan menjadi Imam

1. Tuan Rumah/ penguasa (Bila semuanya memiliki kemampuan membaca dengan benar secara tajwid)
2. Yang paling memahami AL Qur'an
3. Yang paling banyak tahu tentang hadis2 Rasulullah SAW
4. Yang pertama Hijrah/memeluk islam
5. Yang paling tua


ULAMA

Ulama

ULAMA

Ada orang yang tidak hapal Al Qur'an, tidak ahli dalam bahasa dan sastra Al Qur'an, tidak memiliki penguasaan terhadap ilmu fiqih, bukan hafidz dalam ilmu hadits tapi di sejajarkan dengan ulama2 ahli tafsir yang bergelut lama di bidang tafsir, hapal Al Qur'an beserta tafsir2nya, hapal ribuan hadist, menguasai ilmu fiqih, menguasai bahasa arab dan kesusastran di dalam Al Quran. Parahnya ada sekelompok orang menganggap tokohnya lebih utama dari ulama2 tafsir. Lalu sebenrnya siapa sih yg bisa di sebut ulama? Untuk memahaminya ane kasih gambaran lagi kesalahpahaman yang banyak terjadi. Pasti pernah mendengar kalimat seperti ini: "Ada ulama yang mengatakan tidak ada penistaan agama". (kasus penistaan agama oleh Ahok di Pilkada jakarta tahun 2017) kalimat ini tujuannya mengarah pada satu orang, tapi dia menggunakan kata "Ulama". Ini salah, Mengapa? karena bila dia berkata "ada Ulama" maka maksudnya ada sekumpulan orang Alim. Ketika berkata ada sekumpulan orang alim maka akan mengarah kepada apa mazhabnya? syafii? hambali? atau apa? atau liberalkah atau syiah kah? dll. So dari sini aja tampak ketidak tahuannya dalam masalah agama. Klo menggunakan kata seperti ini baru benar: "Ada profesor yang mengatakan tidak ada penistaan agama" "Ada tokoh agama yang mengatakan tidak ada penistaan agama" "Ada orang pintar yang mengatakan tidak ada penistaan agama" dan semacamnya... Lalu apa sih dan siapa yang bisa di katakan ulama?

Menyikapi Khilafiyah Status Keimanan Orang Tua Rasulullah SAW




Status keimanan orang tua Rasulullah SAW

Tulisan ini bukan di tujukan menyimpulkan mana yang benar, apakah orang tua Rasululllah di hukumi kafir dan masuk neraka atau di ampuni Allah, lalu dengan rahmat-Nya mereka masuk ke dalam syurga. Tulisan ini cuma sekedar menshare rujukan2 yang di gunakan oleh masing2 pendapat, sehingga kita tidak mudah mencela mereka yang berbeda pemahamannya. Apa lagi berbuat zalim sebagaiman yang ditunjuakan oleh sebagian kalangan saudara seiman kita saat ini.
Intinya ada Ulama yang berpedapat bahwa Orang Tua Rasulullah SAW di masukan ke dalam neraka karena belum beriman. Mereka menggunakan dalil sebagaimana adanya. Begitu juga, ada ulama yang mengatakan sebaliknya. Mereka memaknai dalil bukan dengan harfiahnya begitu saja. Namun perlu di catat, baik pendapat antara yang mengatakan masuk neraka maupun yang mengatakan tidak, tidak satupun dari mereka bertujuan untuk menghinakan nasab Rasulullah atau menginkari hadis2 beliau. Kita sepakat dan tidak ada khilafiyah bahwa Orang tua nabi Ibrahim AS itu kafir dan masuk ke dalam Neraka. Begitu juga anak2 Nabi Nuh AS maupun istri nabi Luth AS. Kesemuanya itu tidak mengurangi kemuliaan mereka. Tidak pula kita menghina Para Nabi karena hal demikian. Maka ane sendiri menganggap berlebihan mereka yang mengatakan bahwa memahami hadis orang tua Rasulullah SAW masuk neraka secara zahir sebagai menyakiti Rasulullah. Begitu juga dengan mereka yang tidak memaknainya secara harfiah disebut sebagai inkarul sunah (menolak hadist shahih).
Berikut dalil2 yang di gunakan: